TITIAN WAKTU
Ada kisah yang tak mampu ku lupakan dalam hidup, meninggalkan aku dalam kesedihan tak terperi.
Aku hanya bisa berandai untuk kembali kemasa itu, seseorang itu...
Membuat aku mengerti apa arti memiliki, apa arti kehilangan, mencintai dan, sakit.
Tak banyak waktu yang tersisa untukku, menyembunyikan sakit ku dan membiarkan dia berlalu adalah kesalahan yang di haruskan, aku tak mungkin membuatnya bertahan menderita bersamaku, luka tak berdarah itu terus saja menggerogoti jatung dan mengganggu setiap nafasku, memaksaku terus berbaring dan berbohong kepada orang yang paling ku cintai dalam hidup, yang tak pernah mampu ku miliki.
Hari itu aku ingin untuk yang terakhir kalinya menangis dalam pangkuan
senja diperbatasan kota, 'pantai kenangan ' begitu aku menamakan tempat
itu.
Lelaki disampingku terus saja membelai rambut ku yang mulain rontok, ada sepi yang dingin merambat melalui jari-jari tangan yang lembut.
sejak aku memintanya menikah dengan gadis pilihan orang tuanya itu sepertinya dia sering melamun, entah apa yang difikirkan tentangku, mungkin saja merasa aku tak lagi menginginkannya, padahal dalam belainya aku sangat takut kehilangan.
Andai boleh meminta pada Tuhan, dikehidupan yang akan datang aku ingin tetap bersama lelakiku yang ini meski tak di beri banyak waktu.
atau jika boleh bersama melangkah kesurga, aku akan menunggunya.
'Hari terakhir' dalam linang air mata lengannya yang kokoh merengkuh lemahnya ragaku, aku ingin hanyut sejujurnya, tenggelam selamanya dalam hangat bersamanya, tak ada upaya, semua sudah digariskan untuk begini, aku yang lemah tak akan mampu melawan takdir yang begitu hebat, takdir yang begitu kuat.
Cinta itu bukan sekedar memiliki, ketika aku datang dengan seikat bunga dan kado ditangan dalam Akadnya membuat aku mampu tersenyum dalam tangis, Pilu, tapi aku bahagia, ya... setidaknya aku mampu melihat orang yang paling aku cintai menemui kebahagiaannya.
Bapak yang berbaju putih itu memvonis bahwa umurku akan habis dalam hitungan 3 bulan terakhir ini, dan aku merasa tersiksa, aku bahkan tak mampu menikmati hariku, ruangan yang sesak ini semakin membuat aku merasa muak, penat, aku lemah dengan ketidak berdayaanku.
Aku membayangkan lagi lelakiku, aku tenggelam dalam dunia bersamanya beberapa waktu lalu, senyumnya, barisan gigi yang putih saat tertawa, matanya yang selalu saja tajam bersinar, wajah yang tenang, teduh, dia mempesona dalam pandang mataku...
Dia sedang bahagia melewati hari-hari barunya dengan belahan jiwa, aku dapat merasakan kebahagiaan itu lewat ranjang sempit ini.
Aku tak tahu mengapa, pagi ini begitu indah mempesona, lelakiku menyambutku dengan seikat bunga mawar yang wanginya memenuhi ruang, ayah, bunda, semua mata menatap dengan kebahagiaannya.
Aku melompat dari ranjangku, ku peluki, kuciumi satu persatu manusia-manusia yang paling aku sayangi.
Tidak ada sakit, tidak ada tangis dan jerit, karena aku telah bahagia, dalam damai.